bisnis property sektor apartemen 2021 terus dipantau

wikiGo News Bisnis – Tahun 2021 bisnis property pada sektor apartemen diyakini belum stabil. Kondisi sudah mulai dari lebih dari setahun yang lalu sebelum pandemi, kemudian tekanannya makin besar saat pandemi. Lesunya penjualan membuat pihak pengembang tidak mampu mencapai target. Investor yang juga mengalami dampak pandemi tidak mau berspekulasi terlalu besar dalam bisnis apartemen.

Penjualan apartemen menurun tajam

Angka-angka yang menunjukan lesunya bisnis huni apartemen ini mulai dipantau sejak awal tahun 2020. Per bulan maret, angka penjualannya sudah mandek. Kemudian menyusul bulan april dan mei yang merosot tajam. Baik pengembang maupun investor kemudian mengambil langkah hati-hati. Maka saat ini selain banyak target penjualan yang tidak tercapai, pun banyak pula pembangunan apartemen yang terpaksa dihentikan sementara.

Manager Research & Consultant Coldwell Banker Commeris menyatakan bahwa selama masa pandemi covid -19 penjualan apartemen begitu terpuruk dibandingkan dengan bisnis perumahan. Kondisi paling parah menurutnya adalah penjualan bulan April sampai bulan Mei. Bahkan dia mengatakan bahwa permintaan bersih terhadap apartemen turun sampai 46,3% sehingga kenaikan rerata tingkat penjualannya bahkan tidak mencapai 1%. Apartemen menjadi satu yang terpuruk dalam bisnis property sebagai bagian dari dampak pandemi global.

Faktor penyebab bisnis property sektor apartemen lesu

Terdapat enam hal yang bisa menjadi faktor penyebab kenapa kelesuan di bidang bisnis apartemen sangat terasa sepanjang tahun 2020.

Keenam  faktor di atas kemungkinan masih menjadi alasan lesunya bisnis property apartemen tahun 2021.

  1. Kekhawatiran akan kesanggupan mencicil atau affordabability. Khususnya sektor menengah ke bawah, masih memiliki kekhawatiran tentang cicilan unit  yang akan mereka ambil. Jika sebelumnya kelas bawah-menengah memikirkan uang muka, BI telah membuat regulasi dalam meringkannya. Tetapi permasalahannya adalah banyak masyarakat yang melihat hal tersebut hanya solusi jangka pendek sementara masalah perekonomian khususnya selama masa pandemi masih terus belum teratasi dengan baik. Cicil hunian apartement menggunakan bank memang menolong tetapi jika pulihnya perekonomian belum mendapat prediksi, maka ancaman terhadap kredit macet dan gagal bayar masih membayang.
  2. Investor masih memantau. Investor masih wait & see. Angka penjualan yang rendah menjadi perhatian utama para investor. Dengan tingkat imbal-balik yang minim, investor lebih memilih memantau pasar. Terlebih lagi situasi  pandemi belum teratasi sehingga perekonomian tidak dapat diprediksi. Perolehan hasil pada 2020 kuartal II yang mana angka penjualan anjlok tidak seperti kuartal sebelumnya tentu menjadi bakal pertimbangan banyak investor. Di lain pihak, investor cenderung bermain pada sektor property lain yang lebih bertahan seperti perumahan. Investor masih wait & see. Angka penjualan yang rendah menjadi perhatian utama para investor. Dengan tingkat imbal-balik yang minim, investor lebih memilih memantau pasar. Terlebih lagi situasi  pandemi belum teratasi sehingga perekonomian tidak dapat tentu. Hasil yang ada pada 2020 kuartal II yang mana angka penjualan anjlok tidak seperti kuartal sebelumnya jelasmenjadi bakal pertimbangan banyak investor. Di lain pihak, investor cenderung bermain pada sektor property lain yang lebih bertahan seperti perumahan.
  3. Menurunnya tenaga kerja asing. Pembatasan akibat pandemi menurunkan tenaga kerja asing. Banyak yang balik ke  negara asalnya ketika pandemi baru mulai merebak. Hal ini juga mempengaruhi penjualan apartemen.  Penurunan angka penjualan juga sangat terasa pada kelas middle up. Salah satu target pasar selama ini adalah pekerja asing. Investor kehilangan sebagian angka penjualannya dengan alasan di atas; dampak dari covid – 19.

4. Terkendala pada marketing dan promosi. Selama pandemi, banyak galeri tutup sehingga bisnis property tidak bisa show up  secara maksimal. Padahal selama ini galeri menjadi salah satu tempat yang menjadi ajang bagi investor untuk memasarkan hunian sesuai rate. Ketiadaan marketing dan promosi menghilangkan tidak sedikit nilai penjualan.

5. Perubahan pola hunian End User atau pembeli huni. Meskipun harga apartemen sejak tahun 2020 cenderung stabil yang artinya tidak mengalami kenaikan, pembelian oleh end user justru menurun. End user merupakan komponen kedua target pemasaran yang biasanya 40%, dibandingkan dengan investor 60%. Kota-kota besar khususnya jabodetabek, end user umumnya pasangan muda atau pekerja muda. Satu tahun terakhir persentasenya tidak mengalami kenaikan. Tidak meningkatnya end user tentu berpengaruh terhadap target development dan investor.

6. Penyewa menurun. Sewa apartemen menjadi salah satu andalan dalam bisnis property jenis ini dalam mendapatkan imbal balik. Umumnya sewa dilakukan oleh turis domestik. Psbb selama masa pandemi berandil besar dalam menurunnya angka ini karena mobilitas masyarakat terbatas. Berbagai jenis pekerjaan terpaksa mengalami pembatasan sehingga  peluang sewa apartemen berkurang.

Keenam  faktor di atas tentu masih menjadi alasan lesunya bisnis apartemen tahun 2021.